Pages

Rabu, 01 Februari 2017

Makna Guru dalam Pandangan Gus Mus


    Orang yang suka membatas-batasi umumnya pengetahuannya memang terbatas. Orang yang membatasi santri hanya sebatas yang mondok di pesantren, misalnya. Atau membatasi Islam hanya sebatas urusan fiqh, membatasi ibadah hanya sebatas shalat, puasa, zakat, dan haji. Lalu membatasi rahmat Allah hanya sebatas untuk dirinya dan kelompoknya, membatasi jihad sebatas perang bersenjata, atau bisa diperpanjang dengan misal dan contoh yang lain.


Demikian tulis Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam akun Facebook milik pribadinya ‘Ahamd Mustofa Bisri’, Rabu (25/11).
“Mengenai guru, juga banyak yang membatasi hanya sebatas mereka yang mengajar di sekolahan dan madrasah. Bahkan ada yang membatasi hanya sebatas mereka yang termasuk anggota PGRI,” ujar kiai yang juga dikenal sebagai Budayawan ini. 

Bagi Gus Mus, guru bisa siapa saja. Minimal untuk diri dia sendiri. “Siapa saja bisa menjadi guruku; asal ada sesuatu darinya yang bisa aku GUgu (percaya dan ikuti ucapan-ucapannya) dan aku tiRU (contoh). Boleh jadi kalian, atau di antara kalian, diam-diam adalah guru-guruku dalam berbagai hal dan bidang,” jelasnya.
Nyatanya di Facebook ini saja, kata Gus Mus, berapa banyak dirinya mendapat pelajaran. Baik dari status maupun komentar-komentar atas status. Mulai pelajaran tentang resep masakan, tentang akik, tentang kesehatan, tentang obat-obatan tradisional, tentang adat-istiadat, hingga tentang kearifan, dan pelajaran hidup.
Maka benarlah, seorang yang mengajarkanmu ilmu meski hanya satu huruf, dialah seorang guru. Tidak melihat ia tua atau muda, terdidik atau tidak terdidik, pejabat atau rakyat jelata. Perhatikan apa yang dikatakan dan jangan perhatikan siapa yang berkata.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About