![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSAbC7HC_8atarwUBWIQmE0fFuJNU2-qh5khdhne5tJeCvSa8JyAT7mNvfigbp_07Yc1x8TVG8XZ_vehyST2oeSs3KQ35J1uPgVJiBMCqhDysgWFjOIwKqYsFX1PYcxlQBaog4mdxR1Sw/s320/24gus+mus.jpg)
Demikian tulis Pengasuh Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Mustofa Bisri
atau Gus Mus dalam akun Facebook milik pribadinya ‘Ahamd Mustofa
Bisri’, Rabu (25/11).
“Mengenai guru, juga banyak yang
membatasi hanya sebatas mereka yang mengajar di sekolahan dan madrasah.
Bahkan ada yang membatasi hanya sebatas mereka yang termasuk anggota
PGRI,” ujar kiai yang juga dikenal sebagai Budayawan ini.
Bagi Gus Mus, guru bisa siapa saja.
Minimal untuk diri dia sendiri. “Siapa saja bisa menjadi guruku; asal
ada sesuatu darinya yang bisa aku GUgu (percaya dan ikuti
ucapan-ucapannya) dan aku tiRU (contoh). Boleh jadi kalian, atau di
antara kalian, diam-diam adalah guru-guruku dalam berbagai hal dan
bidang,” jelasnya.
Nyatanya di Facebook ini saja, kata Gus
Mus, berapa banyak dirinya mendapat pelajaran. Baik dari status maupun
komentar-komentar atas status. Mulai pelajaran tentang resep masakan,
tentang akik, tentang kesehatan, tentang obat-obatan tradisional,
tentang adat-istiadat, hingga tentang kearifan, dan pelajaran hidup.
Maka benarlah, seorang yang
mengajarkanmu ilmu meski hanya satu huruf, dialah seorang guru. Tidak
melihat ia tua atau muda, terdidik atau tidak terdidik, pejabat atau
rakyat jelata. Perhatikan apa yang dikatakan dan jangan perhatikan siapa
yang berkata.
0 komentar:
Posting Komentar